KontraS Sumut Protes Polisi Soal Penangkapan Jemaat HKBP Pabrik Tenun Medan

MEDAN, suarapembaharuan.com - Puluhan jemaat HKBP Pabrik Tenun Medan mendatangi Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut di Medan. Jemaat meminta perlindungan KontraS atas penangkapan yang dilakukan kepolisian terhadap 50 jemaat pada Sabtu malam 21 Mei 2022.


Ist

Sehubungan dengan peristiwa penangkapan yang dilakukan aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam melakukan penangkapan dan pengamanan terhadap jemaat HKBP yang terjadi di Gereja HKBP Jln. Pabrik Tenun No.27, Kel. Sei Putih Timur I, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 21 Mei 2022 sekitar pukul 20.30 WIB, jemaat menjelaskan kepada KontraS.


Pada intinya kami warga jemaat HKBP yang mengalami penangkapan bermaksud mengadukan peristiwa 'Sabtu Kelabu' di HKBP Pabrik Tenun karena  Kepolisian telah melakukan tindakan berlebihan dalam melakukan proses pengamanan.


"Sebab jemaat HKBP Pabrik Tenun pada saat ditangkap dan dibawa paksa ke Markas Polda Sumut Jalan Raya Medan - Tanjung Morawa tidak melakukan aktivitas yang berpotensi menggangu Kamtibmas." kata Sintua H.Siahaan seusai mendatangi kantor KontraS Sumut, sesuai keterangan tertulis yang diterima, Kamis (26/5/2022).

 

Puluhan jemaat atau ruas HKBP yang berada di dalam gereja saat itu, ujar Siahaan sedang beraktivitas latihan bernyanyi (song leader) untuk persiapan ibadah Minggu 22 Mei 2022.


"Bahwa atas penangkapan tersebut kami penetua dan warga Jemaat HKBP Pabrik Tenun keberatan dengan cara - cara Polri yang tidak bisa memperlihatkan alasan penanangkapan dan kasalahan kami. Jemaat kami diangkut dengan 2 (dua) truk Sabhara Polisi ke Polda Sumut." ujarnya.

 

Sesampainya di Mapolda Sumut, sekitar pukul 21.30 WIB, Kapolda Sumut Irjen Panca Simanjuntak, Direktur Krimsus Kombes Jhon Nababan dan sejumlah pejabat Polda dan Polrestabes Medan telah menunggu.  Puluhan jemaat yang kebanyakan kaum ibu diperiksa petugas Polda Sumut hingga Minggu pagi 22 Mei 2022.


" Seluruh HP disita. Seluruh jemaat yang ditangkap diminta membuat surat pernyataan.Setelah diambil keterangan, jemaat disuruh menandatangani surat pernyataan yang sudah disiapkan oleh Polda yang isinya agar tidak menghalangi kegiatan ibadah yang dilakukan di HKBP Pabrik Tenun, Jemaat diminta menghargai keputusan yang telah diputuskan oleh Ephorus HKBP terkait keputusan tentang penempatan Pendeta Resor HKBP Pabrik Tenun, pimpinan HKBP segera meninjau ulang surat keputusan tersebut (memindahkan pendeta tersebut).


"Kepada siapa surat pernyataan yang kami tanda tangani diberikan. Perlu kami sampaikan, bahwa jemaat dan sintua yang menolak Pendeta Rumondang Sitorus tidak pernah menghalangi kegiatan ibadah. Bahwa jemaat yang menolak Pendeta Rumondang juga tidak pernah melakukan tindakan yang berpotensi menggangu Kamtibmas. Bahwa penolakan Pendeta Rumondang adalah dinamika di dalam jemaat yang menginginkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan uang HKBP Pabrik Tenun," katanya.

 

Oleh karena itu penangkapan kami merupakan peristiwa yang mencederai hak - hak warga sipil tentang kebebasan beragama, mengeluarkan pendapat dan jaminan memperoleh rasa aman. Justru penangkapan kami membuat jemaat HKBP Pabrik Tenun semakin meruncing karena menimbulkan luka batin karena kaum ibu diperlakukan semena - semena.


Penangkapan jemaat tersebut, sambung Siahaan meninggalkan luka baik fisik dan psikis. Luka fisik yang dialami jemaat HKBP Pabrik Tenun, adanya jemaat yang mengalami terkilir pada kaki dan tangan akibat dari adanya pemaksaan pada saat penangkapan oleh pihak polisi. Adanya luka pada kaki jemaat yang kuku pada jari kakinya terlepas. 


Secara psikis adanya trauma pada jemaat HKBP Pabrik Tenun yang melihat secara langsung proses kejadian. Ibu-ibu yang merasakan langsung proses penangkapan ini menjadi marasa cemas ketika melihat polisi yang lewat dari depan gereja ataupun rumah (karena rumah jemaat berada disekitar HKBP Pabrik Tenun), pada anak dibawah umur yang ikut dibawa paksa polisi merasakan ketakutan dalam melihat bentuk fisik gereja HKBP Pabrik Tenun, trauma yang di alami sangat mendalam sehingga menimbulkan rasa tidak percaya dan nyaman terhadap gereja.


Koordintor KontraS Sumut Amin Multazam yang menerima kedatangan jemaat HKBP Pabrik Tenun mengatakan, menerima informasi situasi mencekam terjadi di Gereja HKBP Pabrik Tenun pada hari Sabtu (21/5/2022) sekitar pukul 19.30 WIB.


Ratusan personel gabungan dari kepolisian disebutkan menangkap para jemaat yang sedang berlatih musik untuk peribadatan hari Minggu. Alhasil, sekitar 50-an orang jemaat dibawa ke Polda Sumut untuk dimintai keterangan. Setelah diperiksa lebih dari 10 jam, mereka dipulangkan keesokan paginya. 


"Kejadian tersebut tentu membuat para jemaat mengalami trauma, apalagi saat ditangkap, tidak sedikit yang diduga mengalami tindak kekerasan. Mereka bukan pelaku kriminal, tapi mengapa diperlakukan sedemikian rupa layaknya penjahat kriminal,” kata Amin Multazam.


Staff kajian KontraS Sumut Rahmat Muhammad mengatakan, pemetaan aparat atas ancaman dilapangan patut dipertanyakan." Toh yang berada dalam gereja adalah jemaat, sebagian juga ibu-ibu. Tidak bersenjata dan bukan pelaku kriminal. Mengapa harus diambil langkah dengan menurunkan ratusan personel bersenjata." kata Rahmat.


Rahmat menambahkan, pendekatan keamanan untuk menyelesaikan persoalan internal Gereja HKBP Pabrik tenun adalah langkah keliru. Hal ini hanya akan melahirkan berbagai persoalan baru dan cenderung membuat konflik semakin meruncing, sebab salah satu pihak akan merasa diperlakukan tidak adil dan cenderung diskriminatif. 


"Apalagi menurut keterangan jemaat, saat itu tindakan pengamanan dilaksanakan sangat intimidatif. Jauh dari prinsip dan standar implementasi HAM. Sejumlah ibu-ibu diseret paksa." kata Rahmat. Bahkan,sambung Rahmat, ada satu orang berusia dibawah umur turut diamankan ke Polda Sumatera Utara. 


"Padahal mereka sekedar latihan musik untuk persiapan ibadah di hari minggu. Langkah kepolisian yang menyeret paksa jemaat di dalam gereja saat sedang melakukan latihan musik untuk kebaktian minggu, merupakan tindakan yang tidak manusiawi dan tidak menghormati kesakralan rumah ibadah." tegas Rahmat.


KontraS menilai Kepolisian telah keliru dalam melakukan pengamanan, mereka tidak memakai prosedur pengendalian massa secara benar dan melakukan penggunaan kekuatan dengan tidak proporsional.


Padahal sejatinya kepolisian memiliki intrument untuk pengamanan sebagaimana diatur dalam Perkap No. 16 Tahun 2006 Tentang pengendalian Massa dan prosedur penggunaan kekuatan sebagaimana diatur dalam Perkap No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.


“Langkah yang diambil oleh kepolisian pada kemarin hanya menunjukan bahwa polisi gagal untuk bersikap netral dan professional dalam menyikapi masalah” ungkap Rahmat.


"Pada prinsipnya, KontraS tidak ingin terlalu jauh mencampuri polemik internal yang terjadi di Gereja HKBP Pabrik Tenun. Persoalan tersebut biarlah diselesaikan dengan mekanisme internal. Laporan sejumlah jemaat pada KontraS lebih dalam prihal meminta advokasi atas perlakuan sewenang-wenang dan dugaan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan negara yang mereka alami." ujar Rahmat. 


Atas dasar itu pula KontraS, ujar Rahmat, akan mengirimkan pengaduan ke Divisi Propam Mabes Polri untuk segera mengevalusi personil yang terlibat dilapangan. Begitupun ke lembaga - lembaga terkait seperti Kompolnas dan Komnas HAM. Lembaga Lembaga Negara itu harus turut andil dalam menyikapi peristiwa ini, agar kejadian serupa tidak terulang lagi dikemudian hari. 


“Langkah represif yang diambil aparat pada hari Sabtu 21 Mei 2022 di HKBP Pabrik Tenun  memang sudah sepatutnya dievaluasi. Begitu juga dengan akses para korban untuk mendapat keadilan harus dibuka seluas-luasnya” ujar Rahmat. (Ril)


Kategori : News

Editor     : RED


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama