Mafia Tanah Masih Berjaya, Lansia Jadi Korban

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh mafia tanah terhadap lansia kembali terjadi. Kali ini, kriminalisasi dialami Lendawaty Oetami (86). Diketahui Lendawaty memiliki sisa hutang sejumlah Rp620 juta terhadap Bank Perkreditan Rakyat Inti Dana Sukses Makmur. Adapun dengan jaminan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 2113/Tomang Tanggal 24 Pebruari 1995.



Kejadian ini bermula pada 2016 lalu, di mana pihak pihak pembeli dalam kasus ini, Ceradeas Yulianto menyatakan sepakat untuk membayarkan utang korban dengan membeli sebidang tanah korban yang berada di kawasan Tomang, Jakarta Barat berikut dengan jaminan tersebut.


Dari kesepakatan semula utang-piutang, kemudian Ceradeas dan Lendawaty sepakat menandatangi Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas obyek tanah berikut dengan sertifikat. Kesepakatan tersebut sesuai dengan akta PPJB No. 192 tanggal 25 Agustus 2016 dengan harga Rp1,2 miliar dan dipotong utang piutang.


Namun, pada 5 September 2016 dalam PPJB disebutkan Ceradeas belum membayar lunas harga sertifikat tersebut. Maka PPJB tersebut menjadi batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya termasuk Uang Muka menjadi hangus.


"Ternyata sampai dengan tanggal 5 September 2016, Saudara Ceradeas tidak membayar lunas harga tanah tersebut. Bahkan Nyonya Lendawaty mengembalikan pembayaran uang muka kepada Ceradeas Yulianto, kata kuasa hukum Lendawaty, Cecep Suryadi dalam keterangannya, Kamis (21/7/2022).


Kemudian pada Juni 2017, Lendawaty bersama anaknya, Rita Joewono menjual objek tanah tersebut kepada Setiady Halim alias Jacky Rusli. Objek tanah tersebut dijual senilai Rp3,7 miliar dengan uang muka sebesar Rp370 juta.


Namun tanpa sepengetahuan Lendawaty, Ceradeas diketahui telah menandatangani akta jual beli (AJB) No. 27/2017 dengan dibantu oleh Nanang Karma,SH,M.Hum sebagai notaris di Jakarta. Kejadian itu disebut terjadi pada 5 Mei 2017.


"Seolah–olah telah terjadi jual beli antara Lendawaty Oetami dengan Ceradeas Yulianto. Padahal Lendawaty tidak pernah menghadap Notaris/PPAT menandatangani Minuta Akta," jelas Cecep.


Di waktu bersamaan, Ceradeas juga melakukan proses balik nama atas sertifikat tanah tersebut di Kantor Pertanahan Administrasi Jakarta Barat, dari atas nama Lendawaty Oetami menjadi atas nama Ceradeas Yulianto, tanpa sepengetahuan korban.


Tak hanya itu, Ceradeas juga membebani hak tanggungan atas SHM tersebut kepada PT. Bank ICBC Indonesia, sesuai akta Hak Tanggungan Nomor 04119/2017 Peringkat Pertama APHT PPAT Melyani Noor Shandra,SH No. 62/2017 pada 17 Mei 2017 senilai Rp3.187.500.000,-.


"Artinya, hanya dengan pengeluaran kepada Lendawaty selaku Pemilik SHM tersebut sebesar Rp593.900.000,- (Rp620.000.000,- + Rp161.900.000,- +Rp100.000.000,-) – Rp288.000.000,-. Ceredeas Yulianto memperoleh pinjaman dari PT. Bank ICBC Indonesia sebesar Rp3.187.500.000, dengan akibat hukum tanah SHM berikut bangunan di atasnya, terancam dilelang/dijual oleh PT. Bank ICBC Indonesia, jika Cerdeas Yulianto selaku Debitur tidak melunasi utangnya tepat waktu. Jadi, pelapor yang diuntungkan, bukan terlapor," tegasnya.


Di tahun yang sama, Ceradeas menggugat Lendawaty di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun gugatan tersebut diputuskan tidak dapat diterima sesuai Putusan Nomor 684/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Brt juncto Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 288/Pdt/2019/PT.DKI, dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).


Kemudian, Lendawaty bersama anaknya, Rita pada 2021 mengajukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum pada PN Jakarta Barat. Namun gugatan tersebut diputuskan tidak dapat diterima. Karena Hakim berpendapat sengketa ini bukan perbuatan melawan hukum, melainkan Wanprestasi sesuai putusan nomor 547/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Brt tanggal 25 Mei 2022.


Adapun gugatan ini masih dalam proses pemeriksaan banding. Dalam pertimbangan majelis Hakim menyatakan, yang menjadi pokok sengketa adalah pelaksanaan “Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)”, padahal fakta yang terungkap dalam persidangan yang menjadi pokok sengketa adalah perubahan PPJB menjadi AJB.


Tak sampai disitu, Ceradeas pun membawa dan melaporkan pidana terhadap Lendawaty dan Rita Joewono pada Polres Metro Jakarta Barat. Laporan tersebut bernomor LP/134/I/2020/PMJ/Restro-Jakbar dengan tuduhan melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan barang tidak bergerak sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP Jo Pasal 385 ke-1 KUHP Jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.


"Padahal berdasarkan hubungan hukum jual beli antara Ceradeas Yulianto dengan Lendawaty Oetami Rita Joewono adalah murni perdata," jelas Cecep.


"Alasannya, inisiatif terjadinya hubungan hukum PPJB antara Ceradeas Lendawaty dan Rita adalah berasal dari Ceradeas. Sehingga unsur cara tuduhan penipuan dalam pasal 378 KUHP yaitu dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, dalam hubungan hukum tersebut tidak terpenuhi,".


"Jual beli antara Lendawaty dan Rita Joewono dengan Setiady Halim tanggal 21 Juni 2017 telah dibatalkan. Dan uang muka yang telah diterima dan telah dikembalikan sesuai dengan bukti pelunasan, sehingga unsur-unsur pasal 385 ke-1 KUHP tidaklah terpenuhi," tegasnya.


Akibat dari kriminalisasi itu, saat ini Lendawaty yang sudah berusia lanjut dan sedang menjalani rawat jalan akibat sakit jantung serta anaknya Rita Joewono di tahan.


"Kami selaku tim penasehat hukum dari korban terkait dengan adanya praktik peralihan hak atas tanah dan bangunan yang modusnya belum lunas di rekayasa sedemikian rupa menjadi lunas, kami menduga hal tersebut dilakukan oleh mafia tanah dan telah terorganisir dengan baik serta rapih," pungkas Cecep.


Kategori : News

Editor     : AHS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama