Pernyataan Jokowi Dinilai Melegitimasi Kecurangan Pemilu Oleh Pejabat Negara

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebutkan pejabat publik sekaligus pejabat politik mulai dari presiden dan para menteri boleh berpihak selama tidak menggunakan fasilitas negara. Koalisi menilai pernyataan tersebut berbahaya karena bisa melegitimasi kecurangan pemilu oleh pejabat negara secara meluas.


Wahyudi Djafar. Ist

"Koalisi Masyarakat Sipil memandang, pernyataan Presiden Jokowi yang membolehkan pejabat public sekaligus politik mulai dari presiden hingga para Menteri merupakan hal yang berbahaya karena dapat mendorong semakin meluasnya praktik-praktik kecurangan dalam Pemilu," ujar perwakilan Koalisi yang merupakan Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar dalam keterangannya, Rabu (24/1/2024).


Wahyudi beranggapan, dalam kontestasi Pemilu 2024 jelas sekali terlihat keberpihakan presiden dan alat-alat negara terhadap salah satu pasangan capres-cawapres sejak awal. Hal tersebut, kata dia, mulai dari bagi-bagi posisi menteri, keterlibatan para menteri dalam mendukung capres-cawapres yang merupakan menteri aktif dan putra presiden-yang maju ke kursi pemilu lewat Putusan Pamannya yang merupakan adik ipar presiden. 


"Selain itu keterlibatan lembaga-lembaga negara untuk mempromosikan calon ini  makin terang benderang yaitu pengerahan aparat pertahanan dan keamanan dalam kegiatan pemilu untuk memasang baliho pasangan calon dukungan presiden, mencabut baliho pasangan capres-cawapres lainnya, dan puncaknya di media sosial Kementerian Pertahanan pada 21 Januari 2024 mencuit di X dengan tagar #PrabowoGibran," ungkap Wahyudi.


Menurut Wahyudi, Jokowi seharusnya menghentikan permainan politik yang memanfaatkan alat negara dan memastikan netralitasnya dalam kontestasi Pemilu 2024. Dia menegaskan semua yang terlibat dalam pencalonan dan tim pendukung seharusnya mundur dari jabatannya karena rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik elektoral. 


"Namun, alih-alih melakukan koreksi dan memberi sanksi yang keras dan tegas kepada pejabat yang diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan kecurangan Pemilu, Presiden Jokowi justru mengambil sikap politik yang mendorong berbagai praktik kecurangan akan semakin terbuka dan bahkan mendapat legitimasi," tandas Wahyudi.


Koalisi Masyarakat Sipil, kata Wahyudi menilai, pernyataan presiden akan makin membuka ruang penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik pemenangan kandidat tertentu dalam Pemilu 2024. Menurut dia, penggunaan fasilitas negara untuk tujuan kepentingan politik jelas menyalahi prinsip pemilu yang seharusnya dijalankan secara jujur, adil, bebas dan demokratis. 


"Karena itu, setiap pejabat dan aparat negara tidak bisa dan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang Pemilu, sebagaimana telah dinyatakan secara tegas pada Pasal 281 ayat (1) UU No. 7/2017," ungkap dia.


Apalagi, kata dia, penting bagi semua pihak, terutama Presiden, untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan demokratis dan mengedepankan prinsip jujur, adil dan bebas. Hal ini sesungguhnya hanya dapat diwujudkan jika semua pihak, khususnya aparatur negara berupaya mencegah dan meminimalisir setiap potensi ketidaknetralan dan kecurangan Pemilu, termasuk melalui penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pemenangan kandidat dalam Pemilu 2024.


"Dalam konteks ini, termasuk menjadi penting bagi pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dan menjadi tim pemenangan untuk mengundurkan diri dari jabatannya agar tidak terjadi konflik kepentingan," imbuh dia.


Atas dasar itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak, pertama, presiden segera melakukan cuti dan memberikan kewenangan kepada Wapres untuk menjalankan aktifitas Presiden. Menurut dia, akan jauh lebih baik lagi jika Presiden sadar diri untuk mundur dari jabatan Presiden dan membuat dirinya bebas dalam berpolitik pemenangan Pemilu.


Kedua, koalisi m meminta semua pejabat publik yang mencalonkan diri dan menjadi tim pemenangan dalam Pemilu untuk mundur dari jabatannya sehingga  mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara. 


"Ketiga, mencopot pejabat negara (Menteri) yang diduga kuat menyalahgunakan kekuasaan dan fasilitas jabatannya untuk kepentingan politik elektoral. Keempat Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu untuk berani mengambil langkah tegas dalam menindak setiap pejabat negara yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas untuk kepentingan Pemilu," pungkas wahyudi.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama