Waspadai Para Penunggang Gelap Gerakan Boikot

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Tidak jelasnya kriteria perusahaan dan produk yang layak diboikot membuat munculnya dugaan bahwa gerakan boikot di media dan sosial media ada yang menunggangi. Ciri-cirinya adalah ketidak konsistenan kriteria apa dan siapa yang harus diboikot serta tidak adanya referensi baku kriteria produk dan perusahaan yang diduga terafiliasi israel.


Cendekiawan Muslim Prof Nadirsyah Hosen. Ist

Cendekiawan Muslim Prof Nadirsyah Hosen di Monash University, Australia, mengingatkan masalah boikot terhadap produk Israel ini menjadi isu sensitif di bulan suci Ramadan. Karenanya, pemerintah, ulama dan pelaku bisnis harus melakukan upaya konkrit agar isu ini tidak menjadi bola liar yang merugikan pihak yang tidak terkait dengan kebijakan zionisme Israel.

 

Perlu ada edukasi ke publik untuk menjelaskan mana produk yang memang benar-benar terkait dengan propaganda dan kepentingan zionisme dan mana yang hanya terkena imbasnya saja. Atau bahkan terkena efek politik dagang pihak tertentu yang memanfaatkan isu ini,” ujarnya baru-baru ini.


Nadirsyah juga mengingatkan risiko bola liar isu boikot ini  adalah banyak karyawan yang terkena PHK menjelang lebaran. Tentu ini menjadi ironis. “Semangatnya adalah protes atas peperangan berlarut di Israel sambil menolong saudara kita di Palestina, tapi yang terkena dampak boikotnya justru sesama saudara kita di tanah air,” tukasnya.


Itu sebabnya, menurut dia, pemerintah, ulama dan pelaku bisnis harus duduk bersama mencarikan upaya konkrit mengedukasi publik terkait isu boikot tersebut. “Hal itu untuk mencegah terjadinya bola liar di masyarakat yang justru merugikan bangsa sendiri,” katanya. 


Sebelumnya, Gerakan BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi) Indonesia juga mengajak masyarakat untuk melakukan aksi boikot terhadap produk-produk yang memiliki afiliasi dengan Israel secara selektif dan efektif.  Hal itu itu bertujuan agar aksi yang dilakukan bisa berhasil seperti yang pernah dilakukan BDS untuk mengakhiri apartheid di Afrika Selatan.


"Supaya kita berhasil, kita harus fokus pada sedikit perusahaan yang dipilih secara teliti supaya dampaknya maksimal," ujar BDS Indonesia melalui akun twitternya @GerakanBDS_ID. 


BDS menyebutkan kalau daftar perusahaan-perusahaan yang akan diboikot itu terlalu panjang, malah membuat strategi  menjadi  tidak efektif untuk melakukan boikot secara jangka panjang. Empat kategori boikot yang disusun Gerakan BDS Indonesia adalah target boikot utama, target boikot lainnya, target tekanan masyarakat (Non-Boikot), dan target divestasi. 


Karenanya, pada unggahannya melalui akun twitternya, BDS Indonesia merevisi  gambar patch terbarunya yang berisi brand target boikot. "Perhatian semuanya, Ini adalah versi revisi gambar patch terbaru yang berisi brand target boikot," cuit BDS. 


Pada daftar brand boikot yang diunggah tersebut, BDS membaginya menjadi 3 kategori, yaitu super jahat (HP dan AXA), Tinggalkan (McD, Pizza Hut, Burger King, Domino), serta gak usah beli dulu deh (Starbucks dan PUMA).


Khusus kategori super jahat, menurut BDS Indonesia, brand tersebut sudah terbukti menyumbangkan tapi tidak terbatas pada dana dan teknologi untuk mendukung kebijakan apartheid rezim Israel dalam mendiskriminasikan warga Palestina. Sementara, untuk kategori lainnya, BDS mengajak masyarakat untuk memberikan tekanan sosial terhadap brand-brand ini dan layanannya terkait keterlibatan mereka dalam apartheid Israel. "Tapi, kami secara strategi belum mengajak untuk memboikot mereka tapi bentuk-bentuk tekanan lain bisa dilancarkan sehingga mereka berhenti mendukung Israel dalam berbagai bentuk, misalnya dengan kampanye di media sosial," tukas BDS.


Halim Mahfudz, Ketua Badan Wakaf Pesantren Tebuireng (BWPT) dan pengasuh Pesantren Salafiyah Seblak, Jombang Ajaran Islam menegaskan Islam tidak pernah membenarkan umatnya untuk memboikot produk-produk yang hanya disebut-sebut saja terafiliasi dengan Israel tanpa disertai bukti konkrit. Sebab, perbuatan seperti itu bisa menjadi fitnah terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. 


“Dalam Islam itu tidak boleh memutuskan secara sewenang-wenang. Semua harus ada dalil, harus ada hukumnya, harus ada kriteria nya, harus ada standarnya,” ujarnya.


Mudaratnya, menurut dia,  kalau dalam Islam itu bisa menjadi fitnah dan fitnah itu kejam sekali. “Dalam Islam berlaku fitnah lebih kejam dari pembunuhan,” ucapnya.


Memang, lanjutnya, boikot itu adalah kegiatan sekelompok orang, individu, atau organisasi untuk menarik perhatian masyarakat agar ikut memberikan tekanan kepada Israel untuk menghentikan agresi militernya di Palestina. “Tapi, tidak harus melakukan boikot terhadap produk-produk yang hanya disebut-sebut saja ada afiliasinya dengan Israel tanpa bukti.  Nyatanya, belum ada yang bisa membuktikannya sampai sekarang, termasuk MUI dan Kominfo,” tuturnya.


Itu membuktikan bahwa produk-produk itu terafiliasi dengan Israel, menurut Halim, kriterianya harus jelas. Begitu juga dengan standarnya harus ada yang membuktikan bahwa produk-produk itu  mendukung Israel atau tidak.  “Artinya, harus ada pengelompokan semacam itu. Kalau tidak ada, itu sewenang-wenang namanya karena tidak ada dasar yang dipakai, baik dari segi hukum agama maupun hukum negara,” tukasnya.


Akibat tidak ada satu lembaga pun yang memberikan keabsahan bahwa daftar itu adalah daftar yang diduga mendukung Israel, Halim mengatakan yang terjadi adalah isu itu menyebar dengan liar. “Dari situ, orang menjadi tidak transparan lalu orang menjadi seenaknya sendiri menggolongkan seperti yang saat ini terjadi di masyarakat,” katanya.


Dia melihat aksi boikot terhadap yang disebut-sebut produk-produk terafiliasi Israel saat ini sifatnya hanya emosional semata.  “Jadi, yang terjadi adalah tindakan  kesewenang-wenangan  untuk memutuskan ini tidak mendukung Palestina atau itu mendukung Palestina karena tidak ada standar, tidak ada kode etiknya,” ujarnya.


Karenanya, dia meminta agar umat Islam sebaiknya mencegah diri untuk terlibat dalam ghibah seperti asal menuding saja tanpa disertai bukti dan tidak terlibat dalam fitnah. “Kalau fitnah ataupun ghibah itu hanya karena emosi. Kalau dikatakan nggak suka dengan kekejaman Israel, saya paling depan dengan hal itu. Tetapi kan harus ada tata caranya,” ucapnya.


Dia juga mengendus adanya perusahaan-perusahaan kain yang dengan sengaja menyebarkan isu boikot ini karena ingin menjatuhkan para pesaingnya. “Isu boikot ini juga saya lihat rawan ditunggangi kepentingan persaingan usaha yang tidak jujur. Harap diingat, isu seperti ini tidak selesai dengan sekali pernyataan karena menyangkut emosi individu atau kelompok,” katanya.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama