JAKARTA, suarapembaharuan.com - Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus mengharapkan negara tidak boleh kalah dari PTPN II dan Citraland. Pasalnya, Iskandar menilai ada perlawanan dari PTPN II dan Citraland ketika Menteri ATR/BPN Nusron Wahid secara terang benderang menyatakan bahwa 5.873 hektare eks-HGU PTPN II adalah tanah negara bebas, yang seharusnya didistribusikan ke rakyat melalui reforma agraria.
![]() |
Iskandar Sitorus. Ist |
"Atas pernyataan Menteri Nusron, Citraland dan PTPN II justru menjawab dengan pagar-pagar beton dan pengusiran warga. Bahkan lebih parah, ternyata Kementerian ATR/BPN telah mengirimkan somasi resmi ke PTPN II sebanyak tiga kali, yakni Somasi I pada Tahun 2023, Somasi II pada Januari 2024 dan Somasi III pada 15 Mei 2024," ujar Iskandar kepada wartawan, Jumat (23/5/2025).
"Alih-alih tunduk pada somasi tersebut, pemagaran diperluas, papan proyek Citraland bermunculan, dan warga yang sudah menggarap lahan itu lebih dari 30 tahun justru dipaksa pergi," kata dia menambahkan.
Iskandar mengatakan pengabaian somasi menteri tersebut bukan sekadar sengketa tanah. Menurut dia, hal tersebut merupakan pemberontakan korporasi terhadap keputusan resmi negara.
"Ketika menteri memberi perintah sah dan resmi, namun justru dilawan oleh perusahaan BUMN dan mitranya, maka bukan hanya Nusron Wahid yang sedang diuji, melainkan kedaulatan hukum negara," tandas dia.
Dia pun menyebutkan sejumlah aturan hukum yang dilanggar PTPN II dan Citraland adalah UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) khusus Pasal 35 terkait pencabutan hak atas tanah jika disalahgunakan. Ketentuan lain yang dilanggar adalah PP No 18 Tahun 2021 khusus Pasal 40 soal larangan pengalihan eks-HGU tanpa izin negara, lalu Pasal UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 66 soal larangan penyalahgunaan aset negara serta UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 dan 6 soal aset negara harus dikelola secara transparan dan akuntabel.
"Dalam LHP BPK No. 26/LHP/XX/8/2024 setebal 281 halaman, ditemukan, penjualan 8.077 hektare tanah eks-HGU oleh PTPN II ke PT Ciputra KPSN tanpa penghapusbukuan sah, lalu pembagian keuntungan tidak seimbang di mana PTPN II hanya 30%, Ciputra 70%, success fee Rp 8,27 miliar dibayar ke konsultan tanpa kontrak. Kini, skema serupa diteruskan oleh PT PEN2 (anak usaha PTPN II) bekerja sama dengan Citraland, menggunakan alur HGU → HGB → Hak Milik," jelas Iskandar.
Karena itu, kata Iskandar, Indonesian Audit Watch (IAW) menilai Nusron Wahid sebagai Menteri ATR/BPN berani dan berpihak ke rakyat. Indonesian Audit Watch (IAW) pun meminta Kementerian ATR/BPN harus turun tangan langsung ke lokasi dan menyegel seluruh aktivitas ilegal.
Kedua, KPK, BPK, dan Kejaksaan Agung audit dan selidiki KSO Citraland dan PT PEN2. Ketiga, kementerian BUMN mencopot direksi PTPN II yang mengabaikan negara. Keempat, Presiden Prabowo wajib bertindak, karena ini soal kepercayaan publik dan kedaulatan hukum.
"Negara sedang diuji, Nusron jangan jadi tumbal. Jika seorang Menteri ATR/BPN bisa dipermalukan oleh PTPN II dan pengembang, maka reforma agraria resmi dinyatakan gagal. Dan jika negara tak bisa mempertahankan tanahnya sendiri, maka siapa lagi yang bisa? Negara jangan kalah. Presiden jangan diam. Rakyat jangan pasrah," pungkas Iskandar.
Analisis Kesalahan Hukum dan Kebijakan dari IAW:
1. Penguasaan Aset Negara Tanpa Hak
Pelanggaran: Pasal 33, 35 UUPA; PP 18/2021 Pasal 40; UU 17/2003.
2. Penyalahgunaan Skema KSO
Skema KSO dijadikan kedok alih kepemilikan tanah negara ke swasta
Pelanggaran: UU BUMN 2003 Pasal 66; UU No. 1 Tahun 2025.
3. Mengabaikan Somasi Negara
Tindakan lanjut setelah somasi bisa dikategorikan sebagai melawan hukum
Potensi pelanggaran: Pasal 421 KUHP (penyalahgunaan kewenangan).
4. Tidak Melakukan Penghapusbukuan
Tanah negara masih dalam neraca, tapi dialihkan ke pihak swasta
Pelanggaran: PP 27/2014; UU 17/2003 Pasal 36 dan 37; Pasal 3 UU Tipikor
5. Manipulasi Citra Proyek Menjadi PSN
Citraland menyebut proyek bagian dari PSN tanpa Perpres pendukung
Pelanggaran: UU Keterbukaan Informasi Publik; dugaan kebohongan publik
6. Pelanggaran Reforma Agraria
Tanah seharusnya untuk redistribusi, bukan komersialisasi
Pelanggaran: Perpres 86/2018 & Perpres 62/2023
7. Mengabaikan Hak Rakyat
Warga yang telah bermukim digusur secara sepihak
Pelanggaran: UU HAM No. 39/1999, prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent)
Kategori : News
Editor. : AHS
Posting Komentar