BATAM, suarapembaharuan.com - Konflik agraria di Pulau Rempang dan Galang, Batam, terus berlarut meski Presiden Prabowo Subianto membentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) melalui Perpres 5/2025. Masyarakat adat di bawah Himpunan Masyarakat Adat Pulau Rempang Galang (Himad Purelang) sejak 2008 memperjuangkan hak atas tanah yang mereka garap turun-temurun, tetapi terbentur status Hutan Taman Buru dan tumpang tindih regulasi.
![]() |
Iskandar Sitorus. Ist |
Himad Purelang mengacu pada UU Pokok Agraria (UUPA) dan Permen Agraria No. 9/1999 untuk mendaftarkan 51.108,42 hektar tanah. Namun, BPN menolak dengan alasan kawasan tersebut berstatus hutan berdasarkan SK Menhut 1986, tanpa verifikasi lapangan menyeluruh. Padahal, perubahan fungsi hutan itu dinilai melanggar UU Kehutanan karena tak melibatkan persetujuan DPR.
Satgas PKH diharapkan menertibkan alih fungsi ilegal Hutan Taman Buru Rempang, yang kini dipenuhi bangunan industri tanpa AMDAL. Namun, hingga kini, langkah konkret belum terlihat. Indonesian Audit Watch (IAW) mendesak evaluasi SK Menhut 1986, validasi BPN, serta audit BPK atas kinerja Satgas PKH.
“Jika Satgas PKH gagal bertindak, Perpres 5/2025 hanya jadi dokumen tanpa keadilan bagi rakyat,” tegas Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) di Jakarta, baru-baru ini.
Rekomendasi IAW mencakup penyusunan Perpres khusus tanah adat, pemberdayaan hukum masyarakat, dan penertiban segera oleh Satgas PKH. Kasus Rempang disebut ujian bagi komitmen pemerintah mewujudkan keadilan agraria.
Kategori : News
Editor : AHS
Sumber : SuaraMerdeka
Posting Komentar