JAKARTA, suarapembaharuan.com – Indonesia menghadapi krisis kedaulatan digital yang serius, dengan lemahnya pengawasan terhadap kartu SIM dan praktik kuota internet yang merugikan konsumen. Data terbaru menunjukkan, jumlah kartu SIM aktif jauh melebihi jumlah penduduk, membuka celah bagi kejahatan digital sistematis.
![]() |
Ilustrasi |
SIM Card Melebihi Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Kementerian Kominfo per Mei 2025, terdapat 315 juta kartu SIM aktif di Indonesia. Namun, kebocoran data oleh Bjorka mengungkap 1,3 miliar data registrasi nomor handphone, padahal jumlah penduduk hanya sekitar 280 juta jiwa. Artinya, ratusan juta SIM tidak memiliki dasar demografis yang jelas.
Fenomena ini bukan hal baru. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sejak 2010, jumlah nomor aktif selalu lebih tinggi dari populasi:
2010: 253 juta, 2015: 338 juta, 2020: 355 juta.
Regulasi Lemah, Kejahatan Merajalela
Meski Permenkominfo No. 12/2016 membatasi 1 NIK maksimal 3 SIM per operator, praktik beli SIM tanpa verifikasi masih marak. Celah ini dimanfaatkan untuk:
1. Judi online (top-up dompet digital via nomor fiktif), 2. Penipuan OTP (peretasan rekening bank), 3. Bot politik (penyebaran hoaks pemilu), 4. Pinjol ilegal (pembuatan akun palsu)
Vendor SIM Tidak Diaudit
Operator seperti Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata bekerja sama dengan vendor global (Thales, IDEMIA) dan lokal (PT Pelita Teknologi). Namun, tidak ada audit publik terkait: Distribusi SIM ke pasar, Keamanan enkripsi chip (IMSI dan Ki), dan Kesesuaian data pengguna.
Praktik kuota hangus juga jadi sorotan. Konsumen sering kehilangan sisa kuota tanpa kompensasi, seperti beli 10GB tapi hanya terpakai 4GB. UU Perlindungan Konsumen No. 8/1999 belum mengatur hak kuota digital, membuat konsumen tidak memiliki perlindungan hukum.
BPK Belum Masuk ke Hulu
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejauh ini hanya mengaudit laporan keuangan Kominfo dan operator BUMN. Belum ada audit tematik terhadap: Validitas data SIM nasional, Rantai pasok vendor SIM, dan Kerugian akibat kuota hangus
Karenanya, Indonesian Audit Watch (IAW) mendorong: 1. Audit BPK terhadap registrasi dan vendor SIM, melibatkan Dukcapil, PPATK, dan BSSN. 2. Revisi UU Perlindungan Konsumen untuk hak kuota digital. 3. Whitelist SIM nasional, hanya nomor terverifikasi Dukcapil yang bisa akses layanan vital.
4. Satgas judi online harus menyelidiki alur transaksi via nomor tak terlacak.
"Jika negara tak mampu mengendalikan kartu sekecil ini, kedaulatan digital Indonesia bisa rontok," tegas Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) di Jakarta, Minggu (27/7/2025).
SIM card adalah pintu masuk ke sistem finansial, politik, dan keamanan nasional. Tanpa penertiban, kejahatan digital akan terus menggerogoti fondasi negara.
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar