Rp30 Miliar PSR Aceh Singkil: Kebun Mati, Dana Hilang, Pejabat Lolos? Kejagung Jangan Biarkan Parsial Justice

Oleh: Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)


*Potensi kerugian negara yang terabaikan*


Berdasarkan analisis mendalam terhadap data penerima Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Aceh Singkil, teridentifikasi bahwa minimal terdapat 5 entitas penerima dengan total dana mencapai Rp 27-30 miliar dalam periode 2015-2025. 



Namun, ternyata Kejaksaan Negeri Aceh Singkil hanya menyidik satu koperasi (KPPB senilai Rp 7,1 M), sehingga mengabaikan potensi kerugian negara yang lebih besar oleh entitas lainnya.


Padahal temuan BPK 2019-2022 memperkuat dugaan pola sistemik penyimpangan yang membutuhkan intervensi segera Kejaksaan Tinggi Aceh.


*Peta komprehensif penerima PSR Aceh Singkil dan status penyimpangan*


Sumber LHP BPK 2019-2022 dan dan analisis data publik terkini terlihat dari kebun fiktif hingga laporan palsu terungkap pada peta komprehensif penerima Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Aceh Singkil. Temuan ini menunjukkan polanya sistematis dan berulang, jadi bukan sekadar kelalaian insidental.


Ini sederet dugaan perilaku penerima dana negara terkait sawit yang selayaknya disidik demi menegakkan rasa adil bagi pihak yang mematuhi pengalokasian tersebut:


1. Koperasi Priduksi Perjuangan Bersama (KPPB), Gujung Lagan.


· Bentuk: Koperasi

· Dana: Rp 7,1 Miliar, tahun 2019

· Status hukum: sedang disidik Kejari Aceh Singkil

· Temuan kritis:

  · Mark-up bibit hingga 330% dari harga standar.

  · Laporan verifikasi Sucofindo menyatakan progres 100%, namun fisik lapangan tidak sesuai.

  · Diduga ada kolusi antara pengurus, verifikator, dan pejabat terkait.

· Risiko kerugian negara: dana Rp 7,1 Miliar berpotensi hilang tanpa output nyata.


2. Poktan Takal Pasir (2 Kelompok).


· Bentuk: Kelompok tani

· Dana: ±Rp 20 Miliar (193 Hektar)

· Status lapangan: 96 Hektar rusak akibat banjir 2023

· Temuan kritis:

  · CPCL diloloskan meski lahan termasuk rawan banjir.

  · Rekomtek tidak memperhatikan analisis dampak lingkungan.

  · Diduga ada kesengajaan dalam perencanaan yang cacat.

· Risiko kerugian negara: minimal Rp 5,28 Miliar (96 Ha x Rp 55 juta/Ha) dan potensi gagal panen permanen.


3. Poktan Desa Cingkam.


· Bentuk: Kelompok tani

· Dana: ±Puluhan Miliar (estimasi berdasarkan luasan)

· Status lapangan: Kebun terbengkalai, tidak produktif


· Temuan kritis:


  · Dana cair tetapi tidak ada output kebun yang viable.

  · Diduga pencairan fiktif atau salah kelola akut.

  · Verifikator dan dinas terkait diindikasikan tutup mata.

· Risiko kerugian negara: kerugian nyata tanpa recoverability.


4. Poktan Bina Agro Lestari.


· Bentuk: Kelompok tani

· Dana: Tidak terpublikasi

· Status lapangan: Dipromosikan sebagai contoh sukses oleh PPKS

· Temuan kritis:

  · Perlu verifikasi lapangan independen untuk memastikan keberhasilan.

  · Berpotensi window dressing untuk menutupi kegagalan entitas lain.

· Risiko kerugian negara: jika valid, menjadi benchmark; jika tidak, berpotensi menyesatkan publik.


5. KSU Kaum Beak.


· Bentuk: Koperasi

· Dana: Tidak terpublikasi (Program Sarpras BPDPKS 2022)

· Status lapangan: Bukan PSR, tetapi terkait ekosistem dana sawit

· Temuan kritis:

  · Pola seleksi perlu diteliti untuk melihat konsistensi dan transparansi.

  · Berpotensi menjadi pintu masuk penyimpangan serupa PSR.

· Risiko kerugian negara: jika seleksi tidak clean, berisiko mengulang pola mark-up dan fiktif.


*Pola umum penyimpangan berdasar temuan BPK*


1. Seleksi CPCL lemah terbukti lahan rawan banjir dan tumpang tindih dengan plasma perusahaan tetap diloloskan.

2. Verifikasi fiktif: laporan progres 100% tidak sesuai kondisi fisik.

3. Pengawasan pasca-cair minim: kebun terbengkalai tidak terdeteksi early warning.


*Rekomendasi*


1. Untuk Kejaksaan Tinggi Aceh idealnya mengambil alih koordinasi penyidikan seluruh penerima PSR Aceh Singkil (2015-2025), sehingga tidak hanya terbatas pada KPPB semata. Gunakan metode penyidikan oleh Kejari Aceh Jaya sebagai blueprint sebab menggunakan teknik:

- Citra satelit dan drone untuk audit fisik lahan.

- Pelacakan alur dana escrow account.

- Pemeriksaan verifikator (Sucofindo) dan pejabat terkait.

- Berkolaborasi dengan BPK menghitung kerugian negara secara forensik.


2. Untuk Kejaksaan Agung sebaiknya:


- Menerapkan Vicarious Liability (pertanggungjawaban hukum yang dibebankan kepada pihak lain) biasanya atasan, korporasi, atau lembaga, atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh bawahannya, agennya, atau pegawainya, sepanjang perbuatan itu terjadi dalam lingkup tugas/pekerjaan bagi semua pihak terkait, seperti pejabat pemegang kebijakan (BPDPKS, Dinas Pertanian), verifikator dan surveyor lapangan, bank pengelola escrow yang lalai.


- Mengsinkronkan dengan peta nasalah nasional PSR berdasarkan temuan BPK untuk menerapkannya di berbagai provinsi penerima PSR.


*Kesimpulan*


Temuan di Aceh Singkil adalah cerminan masalah sistemik PSR nasional. Jika tidak ditangani secara menyeluruh, maka kerugian negara akan terus berulang dan masyarakat kecil menjadi korban utama.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama