JAKARTA, suarapembaharuan.com – Kasus dugaan penipuan dan penggelapan saham PT Rekayasa Aplikasi Digital kian panas. Perusahaan yang berdiri sejak 2018 ini kini menyeret nama-nama besar, mulai dari pemegang saham, pengurus dokumen hingga seorang notaris.
![]() |
SPL, pemilik saham sekaligus korban, menegaskan dirinya telah dirugikan miliaran rupiah oleh rekan bisnisnya sendiri, yakni Arfan Akbar Ridwan dan Muhammad Mustofa, yang sudah berstatus tersangka.
Namun, fakta mencengangkan justru muncul di balik kasus ini. Ada dua nama lain yang dinilai punya peran vital, tetapi belum juga ditetapkan sebagai tersangka, Aisyah Almunawaroh dan notaris Topan Al Akbar.
*Skema Busuk Penjualan Saham*
Pada 2021, di tengah krisis Covid-19, saham SPL dijanjikan akan dibeli sebesar Rp1 miliar. SPL sempat menerima pembayaran Rp100 juta dua kali. Namun, belakangan muncul kabar mengejutkan, seseorang berinisial L mengaku telah membeli saham SPL senilai Rp7 miliar. Fakta ini membuat SPL kaget, sebab ia sama sekali tidak pernah menerima uang sebesar itu.
Lebih parah, SPL menemukan bukti chat palsu yang diproduksi oleh pelaku menggunakan fotonya. Modus yang tercium: rekayasa dokumen dan pemalsuan tanda tangan demi mengalihkan kepemilikan saham secara ilegal.
*Aisyah dan Notaris Diduga Dalang Utama*
Nama Aisyah Almunawaroh mencuat lantaran disebut sebagai otak yang mengurus seluruh dokumen penjualan saham hingga ke tangan notaris Topan Al Akbar. Namun, hingga kini keduanya tak tersentuh hukum.
Padahal, menurut pengacara kondang Natalia Rusli, bukti sudah terang-benderang.
“Kenapa Aisyah tidak dijadikan tersangka, padahal dia yang paling lincah mengatur semua proses. Bahkan notaris yang membuat akta juga harus dijerat. Tidak ada alasan hukum untuk meloloskan mereka,” tegas Natalia.
Bahkan menurut informasi uang dari hasil kejahatan tersebut mengalir pada property dan beberapa barang mewah.
“Kalau benar ada aliran dana ke properti, maka ini jelas masuk ranah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kami akan kejar itu,” ujarnya garang.
*Notaris Dipertanyakan, INI Harus Bicara!*
Kuasa hukum korban lainnya, Sakti Manurung, menyoroti peran notaris Topan. Ia mempertanyakan legalitas akta yang dibuat, sebab kliennya tidak pernah hadir di hadapan notaris sebagaimana lazimnya prosedur.
“Dalam akta ada klausul ‘Hadir di hadapan saya’. Faktanya, klien saya bahkan tidak pernah bertemu dengan notaris itu. Bagaimana mungkin akta bisa terbit? Di mana integritas profesi notaris? Ikatan Notaris Indonesia harus angkat bicara, jangan diam saja,” desaknya.
Sakti juga mendesak aparat kepolisian segera menetapkan dua tersangka tambahan selain Arfan dan Mustofa.
“Aisyah, Tunggu Statusmu!”
Nada keras juga datang dari kuasa hukum korban, Farlin Marta, S.H., C.R.A., C.L.A.
“Aisyah adalah pelaku utama pemalsuan tanda tangan klien kami di akta notaris. Tunggu saja, statusmu tinggal menunggu waktu jadi tersangka,” kata Farlin.
*Jaksa Sudah Berkali-kali Ingatkan*
Fakta lain: Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jakarta Timur, Maya, bahkan sudah berkali-kali meminta penyidik menindaklanjuti berkas perkara dengan memasukkan Aisyah dan notaris Topan sebagai tersangka. Namun, entah mengapa proses hukum terkesan lambat dan setengah hati.
*Keadilan Harus Dibuka Lebar-lebar*
Kasus ini bukan sekadar penipuan saham. Ini soal mafia hukum yang diduga melibatkan aktor-aktor cerdik dengan posisi strategis. Jika penegak hukum berani, seharusnya tidak ada yang kebal, apalagi ketika bukti sudah terang.
SPL bersama tim kuasa hukumnya kini bersuara lantang, menolak tunduk pada permainan kotor yang merampas haknya. Publik pun menunggu, apakah aparat benar-benar berani mengusut tuntas hingga akar-akarnya, atau justru memilih menutup mata.
Pertanyaan besar kini menggantung:
Kenapa Aisyah dan notaris Topan masih bebas melenggang, sementara korban terus menjerit mencari keadilan?
Kategori : News
Editor : AHS
Posting Komentar