JAKARTA, suarapembaharuan.com — Sidang lanjutan perkara penggunaan kawasan hutan yang melibatkan PT Wana Kencana Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu sore (15/10). Sidang yang dimulai pukul 17.00 WIB ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sunoto, dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ahli yang dihadirkan bernama Anton Cahyo Nugroho, S.Hut, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI Manado, yang menjabat sebagai Pengendali Ekosistem Hutan Pertama. Namun, jalannya persidangan justru diwarnai ketegangan ketika Anto sebagai Ahli tampak terpojok menghadapi berbagai pertanyaan tajam dari Majelis Hakim dan Kuasa Hukum PT WKM.
Hakim Tekankan Validasi Lapangan dan Kejelasan Izin
Ketua Majelis Hakim Sunoto membuka pemeriksaan dengan mengingatkan pentingnya dasar ilmiah dan legal dalam setiap keterangan ahli. Ia mempertanyakan apakah Ahli telah memverifikasi langsung lokasi yang menjadi pokok perkara, yaitu area di sekitar koordinat KM 11. 450, serta apakah ia mengetahui secara pasti status izin PPKH dan PBPH milik para pihak.
Menjawab pertanyaan hakim, Ahli menyebut bahwa dirinya hanya merujuk pada dokumen dan peta dari kementerian tanpa melakukan verifikasi lapangan. Jawaban tersebut langsung dikritik oleh Ketua Majelis yang menegaskan bahwa kesimpulan seorang ahli tidak boleh hanya berdasar data administratif tanpa pembuktian faktual.
Pernyataan hakim itu membuat suasana ruang sidang hening sesaat. Sejak awal, kesaksian ahli tersebut menunjukkan lemahnya dasar verifikasi di lapangan. Bahkan mengakui tidak mengetahui Undang-Undang (UU) Minerba, sementara keterangannya di BAP menyatakan bahwa bersedia memberikan keterangan yang sebenarnya sebagai Ahli di Bidang Kehutanan dalam perkara tindak pidana pertambangan sebagaimana dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambanhan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023.
Kuasa Hukum WKM Tunjukkan Bukti Foto Palang Batas
Setelah pemeriksaan hakim, giliran Kuasa Hukum PT WKM mengajukan sejumlah pertanyaan sekaligus menunjukkan bukti foto-foto di lapangan.
Di hadapan majelis, pengacara PT WKM menampilkan foto palang kayu dan besi bertuliskan koordinat yang dipasang di kawasan yang disengketakan. Bukti itu disebut sebagai tanda batas kawasan hutan resmi yang telah diakui otoritas kehutanan.
Menanggapi bukti tersebut, Ahli menyatakan bahwa menurutnya, palang kayu tanpa inisial atau tulisan resmi bukan merupakan patok batas kawasan hutan yang sah. Jawaban itu langsung memancing reaksi dari tim kuasa hukum WKM. Tampak kuasa hukum WKM memafhumi keterangan tersebut karena menguntungkan WKM. Sementara Ahli sempat mencoba menjelaskan, namun jawabannya tidak konsisten.
Ia mengaku tidak tahu pasti siapa yang memasang patok tersebut dan apakah penentuan batas itu disetujui oleh kementerian. Pernyataan itu membuat Majelis Hakim kembali menegur, menekankan bahwa keterangan ahli seharusnya objektif dan berbasis data lapangan, bukan perkiraan pribadi.
Kerangka Regulasi dan Perdebatan Soal Perluasan Jalan
Majelis Hakim kemudian menyoroti kerangka hukum yang mengatur kegiatan di dalam kawasan hutan. Hakim Sunoto mengacu pada Permen LHK No. 7 Tahun 2021 Pasal 366 Ayat (1) terkait penggunaan kawasan hutan, Ayat (2) huruf a tentang persetujuan kawasan hutan, dan Pasal 367 yang mengatur mekanisme persetujuan penggunaan kawasan hutan.
Dalam konteks kasus ini, perluasan jalan dari lebar 5 meter menjadi 10–12 meter oleh PT Position menjadi salah satu poin krusial. Hakim menegaskan bahwa setiap bentuk kegiatan fisik di kawasan hutan wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tanpa izin tersebut, kegiatan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Ahli mencoba menjelaskan bahwa jalan yang dimaksud bisa saja termasuk dalam kategori Ayat (2) Pasal 366 tersebut, namun ia juga mengakui dirinya bukan ahli hukum sehingga tidak berwenang menafsirkan hubungan antara pasal.
Ahli Semakin Terdesak Saat Diminta Menunjukkan Bukti
Dalam sesi lanjutan, kuasa hukum WKM menampilkan peta overlay koordinat kawasan hutan dan dokumen izin resmi yang menunjukkan bahwa PT WKM masih memegang izin sah dari Kementerian LHK. Ketika ditanya apakah dirinya mengetahui adanya pembatalan izin tersebut, Ahli menjawab tidak mengetahui adanya surat pembatalan.
Kuasa hukum kemudian menyimpulkan bahwa jika tidak ada pembatalan, maka izin masih berlaku dan kegiatan PT WKM sah secara hukum. Majelis Hakim kembali menegaskan pentingnya klarifikasi legalitas tanda batas dan izin di lapangan.
Hakim juga menyoroti bahwa persoalan batas kawasan seringkali menjadi sumber sengketa antara perusahaan dan otoritas pemerintah sehingga verifikasi lapangan menjadi syarat mutlak sebelum memberikan pendapat hukum atau teknis.
Perkumpulan Aktivis Malut Menilai PT Position Lakukan Rekayasa Kasus
Di luar ruang sidang, puluhan Perkumpulan Aktivis Maluku Utara turut hadir mengawal jalannya persidangan. Mereka memberikan dukungan terhadap jalannya persidangan serta menolak dugaan kriminalisasi yang dilakukan oleh PT Position.
Yohanes Masudede, S.H., M.H., salah satu aktivis yang hadir, mengatakan bahwa kehadiran mereka merupakan bentuk keprihatinan terhadap upaya-upaya kotor yang diduga sengaja didesain oleh PT Position.
Ia menegaskan pihaknya akan terus mengawal sidang hingga keluar putusan yang adil. “Setiap saksi dan ahli yang dihadirkan tidak memberikan keterangan yang kuat, bahkan pernyataan Ahli dalam sidang kali ini juga tidak sesuai dengan isi BAP,” tegas Yohanes, yang juga dikenal sebagai mantan Ketua Cabang GMKI Yogyakarta.
Kategori : News
Editor : AHS


Posting Komentar