Indonesia Tourism Outlook 2026: Navigasi Menuju Pariwisata yang Lestari, Berdaya, dan Menguntungkan

JAKARTA, suarapembaharuan.com – Pariwisata Indonesia kini bergerak menuju era baru yang menuntut keseimbangan antara keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi. Semangat itu tercermin dalam Indonesia Tourism Outlook (ITO) 2026 yang digelar Forum Wartawan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Forwaparekraf) pada Rabu (29/10/2025) di Artotel Harmoni-Gajah Mada Jakarta.



Dengan mengangkat tema Navigasi Menuju Pariwisata yang Lestari, Berdaya, dan Menguntungkan, ITO menjadi forum tahunan yang mempertemukan pemerintah, pelaku industri, investor, dan media untuk membahas arah baru pariwisata Indonesia di tengah perubahan global.


Sejak pertama kali digelar pada 2018, ITO hadir sebagai ruang refleksi dan kolaborasi lintas sektor. Forum ini membahas bagaimana industri pariwisata dapat tumbuh secara berkelanjutan dengan menyeimbangkan kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.


Menyatukan Keberlanjutan dan Profitabilitas


Dalam menghadapi dinamika global, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk tetap kompetitif sambil menegakkan prinsip keberlanjutan.


Deputi Bidang Industri dan Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani, menegaskan bahwa arah pengembangan pariwisata ke depan membutuhkan dukungan investasi yang cerdas, tidak hanya membangun infrastruktur tetapi juga memperkuat kualitas manusia dan lingkungan.



“Oleh BKPM, target investasi pariwisata hingga tahun 2029 mencapai sekitar Rp350 triliun, dengan fokus lebih dari 50 persen di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP). Angka ini bukan semata-mata tentang pembangunan fisik, tetapi tentang menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan,” ujar Rizki.


Ia menambahkan bahwa keberhasilan investasi akan bergantung pada kemampuan daerah dan pelaku industri dalam mengintegrasikan pendekatan ekonomi, sosial, dan lingkungan agar menciptakan efek ganda bagi masyarakat lokal.


Prinsip keberlanjutan tidak hanya diimplementasikan di level kebijakan, tapi juga diwujudkan dalam praktik bisnis sehari-hari. Di Artotel Group misalnya, pendekatan keberlanjutan diterjemahkan ke dalam strategi dan operasional perusahaan.



Bisnis yang Bertanggung Jawab


Eduard Rudolf Pangkerego, Chief Operating Officer Artotel Group, menegaskan pentingnya transformasi menuju praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab.


“Sekarang di bursa efek, kami harus keluarkan ESG Report yang benar. Kami menyentuh green investment dan aktivitas yang lebih hijau, tidak hanya di green tapi juga blue economy. Untuk itu, kami meluncurkan program The Art of Goodness. Selain mengejar profit, kami juga bertanggung jawab terhadap people dan planet,” kata Eduard.


Menurutnya, keberlanjutan tidak bisa hanya menjadi slogan. Setiap pelaku industri perlu memastikan operasional bisnisnya memberi manfaat bagi masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan. Eduard menekankan bahwa keseimbangan antara profit dan tanggung jawab sosial merupakan bentuk nyata pariwisata berdaya dan menguntungkan.



Daya Saing dan Positioning Destinasi


Praktik keberlanjutan di level bisnis juga berperan penting dalam memperkuat daya saing destinasi. Sejalan dengan itu, Yudhistira Setiawan, SVP Corporate Secretary Injourney, menyampaikan bahwa kekuatan Indonesia bukan hanya pada jumlah destinasi tetapi pada keunikan pengalaman yang ditawarkan.


“Indonesia memiliki aset pariwisata terbesar di Asia Tenggara, tetapi angka kunjungan kita masih tertinggal dibandingkan Thailand dan Malaysia. Untuk itu, setiap destinasi perlu memiliki positioning yang jelas dan berdaya saing,” ujarnya.


Yudhistira menjelaskan bahwa Injourney kini berfokus pada pengembangan lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) yaitu Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang. Lima pilar pengembangan yang menjadi acuan mencakup atraksi dan program, konektivitas, infrastruktur dan amenitas, pariwisata berkelanjutan, serta people and hospitality. Pendekatan ini diharapkan menciptakan ekosistem pariwisata yang inklusif, produktif, dan ramah lingkungan.


Tren dan Tantangan di Asia Pasifik


Gambaran tren wisata di Asia Pasifik memperlihatkan arah baru yang mendukung tema keberlanjutan. Berdasarkan hasil survei JLL Indonesia terhadap 1.000 responden Gen Z dan milenial, wisata berbasis alam, budaya autentik, wellness, dan kuliner menjadi pilihan utama.


“Generasi muda mencari pengalaman yang bermakna, bukan sekadar destinasi populer. Mereka ingin dekat dengan alam, sejarah, dan komunitas lokal,” jelas Vivin Harsanto, Executive Director dan Head of Strategic Consulting JLL Indonesia.


Namun, ia menambahkan bahwa daya tarik destinasi saja tidak cukup. Tantangan masih datang dari sisi konektivitas, infrastruktur, hingga akses digital dan sistem pembayaran di daerah terpencil. “Calon wisatawan kini lebih sensitif pada value for money. Kita harus memastikan Indonesia kompetitif, tidak hanya indah, tetapi juga mudah diakses dan layak dikunjungi,” ujarnya.


Selain konektivitas, kualitas akomodasi dan hiburan juga perlu ditingkatkan agar pengalaman wisatawan menjadi lebih utuh dan berkesan.


3 Tren Global Pembentuk Masa Depan Pariwisata Indonesia


Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana mengidentifikasi tiga tren global yang secara fundamental dapat mengubah lanskap serta membuka peluang besar bagi sektor pariwisata Indonesia di masa mendatang.


Dalam sambutannya saat membuka Indonesia Tourism Outlook 2026 Menpar Widiyanti menegaskan pariwisata telah diakui sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dunia yang vital, dengan dampak sosial yang luas dan signifikan.


Pada 2023, sektor pariwisata berkontribusi sekitar 10 persen terhadap PDB global dan menciptakan lapangan kerja bagi 330 juta orang di seluruh dunia.


“Di Indonesia, Bank Mandiri memperkirakan kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional mencapai 4,9 persen pada semester I tahun 2025, dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 25,88 juta orang,” kata Menteri Pariwisata Widiyanti.


Namun, di tengah capaian tersebut, pariwisata global sedang mengalami pergeseran tren yang signifikan. Pergeseran ini diproyeksikan membawa peluang besar bagi Indonesia, antara lain melalui perubahan sumber wisatawan, dinamika demografi wisatawan, dan pola pemilihan destinasi.


Menteri Pariwisata Widiyanti menjelaskan tren pertama adalah perubahan sumber wisatawan outbound yang kini semakin beragam. Tren kedua adalah perubahan demografi wisatawan. Generasi Z dan milenial kini menjadi motor baru pertumbuhan pariwisata dunia dengan minat berwisata yang tinggi. Karena itu, pariwisata Indonesia perlu menghadirkan pengalaman yang sesuai dengan preferensi generasi ini.


Tren ketiga adalah perubahan pola pemilihan destinasi. Destinasi yang sebelumnya bukan top of mind atau hanya menjadi detour destination kini semakin diminati wisatawan.


Lebih lanjut, Menteri Pariwisata Widiyanti menegaskan bahwa Kementerian Pariwisata telah menyiapkan sejumlah program unggulan untuk memaksimalkan peluang tersebut. Di antaranya Pariwisata Naik Kelas, Event by Indonesia, Desa Wisata, Tourism 5.0, dan Gerakan Wisata Bersih. Semua program tersebut berlandaskan pada visi pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.


“Selain itu, tahun depan kami juga akan menambah fokus pada peningkatan keselamatan pariwisata, terutama di destinasi alam yang masih rawan insiden. Kami akan bekerja sama dengan Basarnas untuk melaksanakan berbagai pelatihan keselamatan bagi pelaku wisata dan masyarakat sekitar destinasi,” ucap Menteri Widiyanti.


Menutup paparannya, Menteri Pariwisata Widiyanti mengajak seluruh pihak untuk terus mendukung kemajuan pariwisata Indonesia, termasuk peran media yang sangat penting dalam membentuk narasi dan persepsi positif tentang pariwisata Indonesia di mata dunia.


Kolaborasi Sebagai Kunci


Melalui ITO 2026, Forwaparekraf menegaskan bahwa keberlanjutan bukan sekadar wacana, melainkan arah baru bagi industri pariwisata Indonesia. Pertumbuhan ekonomi tetap menjadi tujuan, tetapi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab sosial dan kelestarian lingkungan.


Acara ini terselenggara atas dukungan Kementerian Pariwisata, Artotel Group, Artotel Harmoni Jakarta, Indofood, Kokola, Tekko, dan InJourney Hospitality. Sinergi lintas sektor inilah yang diharapkan dapat menjadi fondasi bagi ekosistem pariwisata Indonesia yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan ke depan.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama