Komisi A Terima Audiensi Dr. Fahri Bachmid & Associates Terkait Permasalahan Hukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Komisi A menerima audiensi dari Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. & Associates di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (10/11).



Ketua Komisi A Inggard Joshua memimpin pertemuan itu. Hadir Anggota Komisi A Inad Luciawaty dan Mohamad Ongen Sangaji.


Audiensi tersebut dalam rangka menindak lanjuti permohonan klarifikasi atas tanggung jawab pelaksanaan putusan pengadilan serta fasilitasi dan koordinasi teknis.



Dalam forum pertemuan itu Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. selaku Kuasa Hukum dari Ahli Waris Alm Hj. Fatmah Abdullah Hariz, yang dalam pokok keterangan dan penjelasannya menguraikan bahwa pada tanggal 26 November 1997, telah ditandatangani Perjanjian Penyerahan/Pelepasan Hak Atas Tanah milik Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya selaku (Pihak Pertama), yang dalam hal ini diwakili oleh Ir. Udin Abimanyu, atas sebidang tanah yang terletak di Jalan Pondok Kelapa Raya, Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Kotamadya Jakarta Timur, dengan luas ± 1.936 m² (seribu sembilan ratus tiga puluh enam meter persegi), yang merupakan bagian dari keseluruhan luas tanah ± 2.885 m² (dua ribu delapan ratus delapan puluh lima meter persegi) kepada Hj. Fatmah Abdullah Hariz selaku (Pihak kedua).


Dr. Fahri Bachmid menyampaikan bahwa berdasarkan Pasal 4 Perjanjian Penyerahan/Pelepasan dimaksud, Perumda Pembangunan Sarana Jaya menyatakan bahwa "Pihak Pertama (Perumda Pembangunan Sarana Jaya) “menjamin” Pihak Kedua (Hj. Fatmah Abdullah Hariz), apabila dikemudian hari ternyata terdapat tuntutan/gugatan dari pihak lain atas penyerahan / pelepasan tanah tersebut, maka segala sesuatunya menjadi beban dan tanggung jawab Pihak Pertama (PD Sarana Jaya).



Namun faktanya sekitar bulan Januari 2004, Pihak Kedua memberitahukan kepada Pihak Pertama, bahwa terhadap fisik tanah tersebut telah dikuasasi oleh pihak lain, yaitu Ahli Waris Buloh Bin Kenam, Dr. Fahri Bachmid menguraikan bahwa atas persoalan tersebut,?pihaknya melayangkan gugatan kepengadilan atas adanya perbuatan wanprestasi (cidera janji) yang dilakukan oleh PD. Pembangunan Sarana Jaya berdasarkan perjanjian jual beli, bahkan perkara tersebut berproses sampai pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung RI, yang pada prinsipnya MA mengabulkan Gugatan Ahli Waris Pihak Kedua (Hj. Fatimah Abdullah Hariz), yang dengan tegas dan terang Menghukum Tergugat Perumda Pembangunan Sarana Jaya untuk melakukan pembayaran ganti kerugian kepada Para Penggugat , sebesar Rp. 8.001.488.000,- (delapan miliar satu juta empat ratus delapan puluh delapan ribu rupiah), ditamba h dengan bunga sebesar 6% (enam persen) per tahun sejak diajukan gugatan;



Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. menyimpulkan bahwa Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 69 PK/Pdt/2022 tanggal 23 Februari 2022 merupakan putusan final dan mengikat (final and binding) , yang “wajib dilaksanakan” dapam amar putusan tersebut sepenuhnya, termasuk pembayaran ganti rugi dan bunga 6% per tahun hingga pelunasan.


Kami berpendapat bahwa pihak PD. Sarana Jaya kurang kooperatif dalam menyikapi dan menindaklanjuti putusan hukum tersebut, hal ini sangat berkonsekwensi terhadap potensi kerugian keuangan negara, jika PD. Sarana Jaya selalu bersikap "buying time" .




Maka kerugian keuangan negara semakin aktual serta Ril adanya, untuk saat ini saja berdasarkan perhitungan kalkulatif karena pembayaran tidak dilakukan hingga tahun 2025, maka timbul bunga moratoir (bunga keterlambatan) yang bersifat akumulatif yang menyebabkan nilai kewajiban hukum kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya saat ini adalah kurang lebih telah mencapai Rp. 11.842.202.240,-, dan potensial menjadi membengkak kedepan,


Dr. Fahri Bachmid memberikan analisis bahwa jika Perumda Sarana Jaya tetap tidak kunjung melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht, maka terdapat sejumlah konsekuensi atas hukum yang bersifat pidana, administratif, dan keuangan, antara lain, pertama : Pertanggungjawaban pribadi (personal liability) bagi Direksi yang dengan sengaja tidak melaksanakan putusan pengadilan, sebagaimana diatur dalam norma Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat; kedua : Pelanggaran Pasal 28 ayat (1) dan (2) PP No. 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”), karena tindakan Direksi telah menimbulkan kerugian bagi BUMD akibat kelalaian atau kesengajaan; ketiga : Direksi Perumda Pembangunan Sarana Jaya berpotensi diperiksa oleh Inspektorat, BPK, dan/atau KPK apabila ketidakpatuhan tersebut benar menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah dan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan aset publik, tutup Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama