Kelompok Cipayung Minta Bobby Nasution Evaluasi Penerapan PPKM Darurat

MEDAN, suarapembaharuan.com - Kelompok Mahasiswa yang tergabung dalam elemen Cipayung Plus Kota Medan (GMNI, GMKI, PMKRI, PMII, IMM, KAMMI, HIKMAHBUDHI dan HIMMAH) angkat bicara terkait penanganan Pandemi Covid-19 oleh Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan melalui kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Kota Medan yang banyak menuai polemik di tengah masyarakat.


Istimewa

PPKM yang diterapkan untuk menekan penyebaran Virus Covid-19 di Kota Medan, yang telah berlangsung selama selama 9 hari, persisnya pada tanggal 20 Juli 2021 kemarin, telah menimbulkan polemik di tengah lapisan masyarakat, khususnya di Kota Medan.


Kelompok Cipayung meminta pemerintah kota (Pemkot) Medan melakukan evaluasi secara besar-besaran terkait realisasi PPKM ini. Apakah Medan masuk kategori darurat seperti di Ibu Kota Jakarta, maka harus ada penyekatan dan penutupan, yang dianggap berlebihan dan tidak bermartabat. Ini harus dievaluasi berdasarkan kondisi dan kebutuhan warga Medan.


Penerapan program PPKM di Kota Medan sangat banyak menimbulkan konflik yang terjadi di masyaraktat. Kalangan aktivis ini memberikan contoh beberapa kejadian yang terjadi selama PPKM Darurat diterapkan di Medan.


Bahkan, kasus yang terjadi akibat PPKM Darurat ini menjadi trending di media sosial. Misalnya, cuplikan video yang trending di sosial media terkait pelaku usaha warung kopi yang meluapkan keresahannya pada aparat dengan nada tinggi.


Menurut mereka, peristiwa itu adalah bentuk keresahan masyarakat Medan akibat penerapan PPKM Darurat. Selain itu, masalah di Barista yang terpaksa menjual dagangannya di lampu merah atau di pinggiran jalan karena omset menurun selama PPKM ini.


Medan ini adalah daerah yang berbeda dengan yang lain, Medan yang secara kultural masyarakatnya makin dikerasin itu makin keras. Jadi pemerintah harus cermat juga menanggapi isi hati warga Kota Medan. 


"Kita tidak ingin penekanan penyebaran virus Covid-19 longgar-longgar saja di Kota Medan ini. Namun harus ada kebijakan maupun solusi agar keadaan tetap balance. Tidak ada warga mengunginkan pandemi ini terus terjadi. Tapi siapa juga yang mau kebutuhan hidupnya terancam karena minim pemasukan?


Menurut mereka, warga Medan itu terkenal akan kecerdikan dan kebernaniannya, jadi pemangku kebijakan harus pintat mendekatkan diri dengan warganya. Bisa mengakomodir kepentingan warga selama menerapkan  kebijakan yang memiliki dampak serius kondisi perekonomian. 


Terutama terhadap pelaku usaha dari warga dengan upah minimum juga upah harian, pemerintah diminta mempunyai solusi sehingga warga Medan semuanya tertib dan hasilnya kebijakan seperti PPKM ini terealisasi dengan baik.


Medan Berbeda

Medan beda, Medan tak seperti Jakarta, Medan punya cara main sendiri untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, Medan itu masyarakatnya makin keras kalau dikerasin. Warga Medan itu mempunyai ciri khas tersendiri, jadi cara menertibkan warga Medan tak sama seperti warga di Ibu Kota.


Medan tak cukup hanya diteropong dari istana. Pemimpin Kota Medan harus memilki kemampuan untuk melakukan pendekatan emosional dengan warganya. Sehingga  kebijakan pemerintah dapat diterima warganya yang terkenal "keras tapi hatinya lembut" tadi. Niscaya, kepala daerah akan memiliki legacy yang baik dalam menanggulangi pandemi Covid-19 di Medan.


Jika Wali Kota Medan yang terhormat tidak mendengarkan keluhan kami sebagai mahasiswa yang orang tuanya adalah pedagang, maka kami akan turun ke jalan bersama orang tua kami pedagang kaki lima, UMKM dan pekerja lepas harian lainnya untuk memperlihatkan kepada bapak bahwasanya kegelisahan kami untuk bertahan hidup sudah lebih parah daripada pandemi Covid-19.




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama