Masyarakat Sipil Duga Penghentian Rekapitulasi Manual untuk Kepentingan Jokowi untuk Loloskan PSI

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyayangkan penghentian sementara Sirekap dan rapat pleno terbuka rekapitulasi suara secara manual di tingkat kecamatan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di beberapa kabupaten/kota sejak 18 Februari 2024 yang lalu. Koalisi Masyarakat Sipil menduga penghentian sementara Sirekap dan rekapitulasi suara tersebut untuk kepentingan kekuasaan dalam Jokowi untuk meloloskan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).


Ist

"Penghentian rekapitulasi suara manual dan Sirekap KPU diduga merupakan strategi untuk mengondisikan suara demi kepentingan Jokowi yang diduga salah satunya terkait lolosnya PSI di parlemen. Padahal berdasarkan rekapitulasi Form C1 yang dilakukan oleh organisasi pemantau dari kalangan masyarakat sipil, seperti KawalPemilu.org, PSI sejauh ini termasuk partai yang tidak lolos ke DPR RI," ujar perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari KPI, Mike Verawati dalam keterangannya, Rabu (21/2/2024).


Koalisi Masyarakat Sipil, kata Mike, harus mempersoalkan penghentian pleno terbuka tentang rekapitulasi suara secara manual di tingkat Kecamatan. Pasalnya, keputusan KPU untuk menghentikan dan menjadwalkan ulang pleno terbuka rekapitulasi suara secara manual menguatkan kecurigaan publik bahwa Pemilu 2024 telah dibajak oleh rezim Jokowi. 


"Pemungutan dan penghitungan suara direkayasa sedemikian rupa diduga kuat untuk tiga keinginan Jokowi yang sudah banyak beredar di publik. Pertama, untuk memenangkan Paslon Capres Cawapres Prabowo-Gibran. Kedua, untuk meloloskan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke Parlemen. Ketiga, untuk menggerus suara PDI Perjuangan," jelas Mike. 


Menurut Mike, penghentian rekap manual di tingkat kecamatan dan Sirekap KPU karena perbedaan yang tajam antara rekap manual dan tampilan hasil penghitungan suara secara online menegaskan kekacauan dalam Pemilu. Koalisi masyarakat sipil menilai kekacauan terjadi karena Pemilu 2024 di tangan penyelenggara Pemilu hari ini bukanlah instrumen luhur kedaulatan rakyat, namun tak lebih sebagai instrumen politik kekuasaan Jokowi.


"Kekacauan rekapitulasi suara berkenaan dengan siasat jahat rezim untuk membajak Pemilu dan kelembagaan penyelenggara Pemilu. Dengan sendirinya, situasi tersebut membuat legitimasi Pemilu runtuh," tandas dia.


Mike pun menyampaikan sikap Koalisi Masyarakat Sipil atau dugaan pembajakan pemilu dan penyelenggara pemilu oleh rezim. Pertama, Koalisi menuntut agar seluruh anggota KPU dan Bawaslu mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban karena telah gagal mengemban amanat rakyat untuk menyelenggarakan Pemilu yang Luber dan Jurdil. 


"Jika mereka tidak mengundurkan diri, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus memberhentikan mereka akibat begitu banyak pelanggaran sangat fatal dan serius yang mereka lakukan," tegas dia.


Kedua, lanjut Mike, Koalisi juga menuntut agar penyelenggara dan pengawas baru dapat segera direkrut agar Pemilu dapat dilaksanakan ulang secara demokratis sebelum periode Pemerintahan Jokowi habis. Ketiga, sebagai pembayar pajak untuk menggaji para wakil rakyat, Koalisi memerintahkan kepada Anggota DPR RI agar menggunakan seluruh hak konstitusional mereka untuk membongkar kejahatan Pemilu pada Pemilu 2024, khususnya hak angket.


"Keempat, Koalisi juga mendorong agar elemen-elemen demokrasi baik dari kalangan perguruan tinggi, masyarakat sipil, dan media untuk mengonsolidasikan diri mereka dalam rangka menghentikan kepentingan dan ambisi kekuasaan Jokowi, keluarga, dan kroni-kroninya dengan membajak Pemilu dan Demokrasi Indonesia," pungkas Mike.


Kategori : News


Editor      : AHS

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama