Belum lama ini, Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan OTT terhadap Wamenaker Immanuel Ebenezer (Noel) yang melakukan pemerasan terhadap perusahaan yang mengurus sertifikasi K3, bukan pengalihan isu dari dugaan keterlibatan Bobby Nasution, menantu Jokowi dalam perkara suap proyek jalan di Sumatera Utara (Sumut).
Setyo menyatakan hal tersebut menjawab pertanyaan wartawan dalam jumpa pers penetapan status tersangka Noel, Ketum Jokowi Mania tersebut, Jumat (22/8/2025) di gedung Merah Putih KPK, kawasan Kuningan, Jakarta.
![]() |
Sutrisno Pangaribuan. Ist |
Setyo mengulangi pernyataan sebelumnya bahwa KPK tidak menargetkan siapapun untuk ditangkap atau diperiksa. KPK tidak dapat ditekan pihak manapun untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Demikian halnya dengan perkembangan kasus yang melibatkan Topan Obaja Putra Ginting (TOP), anak buah menantu Jokowi. TOP terjaring OTT KPK pada Kamis (26/6/2025) terkait kasus korupsi jalan di Sumut. Meski sudah memeriksa 42 orang saksi yang diduga berkaitan dengan kasus tersebut, namun tidak berkembang sama sekali.
KPK tidak memiliki keberanian mengeluarkan jadwal pemanggilan dan pemeriksaan ulang terhadap Rektor USU, Muryanto Amin dan Dedy Rangkuti, sepupu kandung Bobby yang mangkir dalam pemanggilan dan pemeriksaan pertama. Akhirnya KPK berhasil mengalihkan perhatian publik dari kasus besar korupsi jalan di Sumut ke kasus pemerasan yang dilakukan Noel, dan kasus korupsi kuota haji. Kasus korupsi Bupati Kolaka Timur dan kasus korupsi Dirut PT. Inhutani V pun kini redup.
Sebelumnya KPK memantik topik baru dengan mengeluarkan pernyataan terkait Muryanto yang disebut bagian dari circle TOP dan Bobby. KPK yang selalu percaya diri setiap membahas Harun Masiku, namun taring tumpul ketika berhadapan dengan “Geng Medan”. KPK yang mampu memaksa Nazaruddin mantan bendum Partai Demokrat pulang dari luar negeri, namun tidak mampu menghadirkan Muryanto Amin dan Dedy Rangkuti ke gedung merah putih KPK.
Aksi massa yang terjadi belakangan ini salah satu akibat buruknya kinerja KPK. Berbagai kasus besar dibuat kecil oleh KPK, sementara kasus usang mau dibuka. Ocehan Setya Novanto, terpidana korupsi kasus e-KTP hendak digoreng lagi sama KPK. Kasus dana hibah di Pemprov Jatim tidak berujung, pun kasus tambang Maluku Utara, yang melahirkan “Blok Medan” akhirnya hilang. KPK hanya mampu mengeluh atas kemampuan koruptor yang jauh melampaui kemampuan KPK saat ini.
KPK saat ini menjadi lembaga pemberantasan korupsi yang reaktif, bukan proaktif. Ikut dalam arus informasi dengan algoritma yang tinggi. Saat muncul aksi massa di Pati, KPK reaktif dengan tiba- tiba memanggil bupati dalam dugaan keterlibatannya dalam kasus DJKA. Ketika Ridwan Kamil berseteru dengan Lisa Mariana terkait status anak, KPK memanggil Lisa Mariana yang diduga menerima aliran dana kasus korupsi bank BJB. KPK memilah dan memilih orang yang dipanggil dan diperiksa sesuai selera Infotainment.
Dalam hal menjawab aksi massa terakhir dengan tuntutan mewujudkan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka Presiden Prabowo perlu merevitalisasi lembaga pemberantasan korupsi. Presiden dapat mempertimbangkan pergantian Ketua KPK beserta seluruh pimpinan KPK, mengganti Kapolri dan Jaksa Agung. Aksi massa yang mengakibatkan hilangnya nyawa 10 orang rakyat terjadi akibat maraknya korupsi di lembaga- lembaga negara.
Maka terdapat hal ikhwal kegentingan yang memaksa Presiden Prabowo memimpin langsung pemberantasan korupsi secara tegas. Presiden Prabowo dapat menduplikasi cara Presiden Korea Utara, Kim Jong Un, dan Presiden China, Xi Jinping. Jika pelaku korupsi tidak dikejar oleh Polri, Kejagung dan KPK maka pimpinan lembaganya yang harus dicopot dan diganti. Terhadap para pejabat negara, daerah, ASN, pegawai BUMN, BUMD serta semua orang yang wajib mengisi LHKPN, namun tidak patuh harus dipanggil dan diperiksa oleh KPK.
Sabtu, 6 September 2025
Sutrisno Pangaribuan
Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
Presidium Semangat Rakyat Anti Korupsi (Semarak)
Posting Komentar