Kuasa Hukum Eks Pejabat Pertamina Pertanyakan LHP Kerugian Negara

JAKARTA, suarapembaharuan.com - Mantan pejabat PT Pertamina, Hari Karyuliarto, melalui tim kuasa hukumnya mempertanyakan kejelasan berkas Laporan Hasil Penghitungan (LHP) kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011–2021. Pertanyaan itu disampaikan dalam sidang perkara yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2025).



Penasihat hukum Hari, Wa Ode Nur Zainab, menyatakan bahwa hingga persidangan berlangsung, pihaknya belum menerima berkas LHP kerugian negara dari jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, menurutnya, dokumen tersebut menjadi bagian penting dalam perkara karena menyangkut inti delik yang didakwakan kepada kliennya.


“Karena inti deliknya adalah kerugian keuangan negara, maka laporan hasil pemeriksaan BPK atau yang lainnya, ada lembaga pemeriksaan yang lainnya, pasti selalu diberikan kepada terdakwa, karena akan dijadikan sebagai bahan pembelaan bagi terdakwa,” ujar Wa Ode di hadapan majelis hakim.


Menanggapi hal tersebut, jaksa KPK menjelaskan bahwa LHP Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara memang dijadikan sebagai barang bukti dalam perkara ini. Namun, menurut jaksa, dokumen tersebut tidak termasuk dalam berkas perkara sehingga tidak dapat diserahkan kepada tim kuasa hukum terdakwa.



Meski demikian, jaksa menyatakan tetap memberikan akses kepada penasihat hukum terdakwa untuk melihat LHP tersebut melalui mekanisme inzage di kantor KPK. Tawaran itu disampaikan sebagai bentuk keterbukaan agar pihak terdakwa dapat mempelajari alat bukti yang digunakan dalam persidangan.


Namun, Wa Ode menegaskan bahwa pihaknya tetap meminta agar LHP kerugian negara diberikan secara resmi kepada tim kuasa hukum. Karena permintaan tersebut tidak dikabulkan, ia meminta majelis hakim mencatat keberatan pihaknya dalam berita acara persidangan.


Selain mempersoalkan LHP, Wa Ode juga menyinggung penerapan Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan terhadap kliennya. Ia menilai pasal tersebut tidak relevan karena, berdasarkan pengakuan jaksa sendiri, Hari Karyuliarto disebut tidak menikmati keuntungan pribadi dari perkara pengadaan LNG tersebut.


“Kalau terdakwa tidak menikmati apapun, tidak ada perbuatan melawan hukum apapun. Kalau juga ada orang lain yang tidak diperkaya oleh terdakwa, tidak juga memperkaya seseorang atau orang lain secara melawan hukum,” ujarnya.


Lebih lanjut, Wa Ode mengemukakan bahwa kerugian negara yang dipersoalkan dalam perkara ini terjadi pada periode 2020 hingga 2021. Sementara itu, Hari Karyuliarto telah pensiun dari Pertamina sejak 2014. Oleh karena itu, menurutnya, tanggung jawab seharusnya berada pada jajaran direksi dan komisaris yang menjabat pada saat kerugian tersebut muncul.



Ia menyebut nama Direktur Utama Pertamina saat itu, Nicke Widyawati, serta Komisaris Utama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sebagai pihak yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas kerugian negara yang terjadi pada periode tersebut. Wa Ode juga menekankan bahwa pengiriman LNG pada 2020–2021 didasarkan pada perjanjian yang dibuat pada 2015, setelah kliennya tidak lagi menjabat.


Menurut Wa Ode, dalam uraian dakwaan jaksa sendiri disebutkan bahwa seluruh proses administrasi pengadaan LNG telah dijalankan sesuai prosedur. Ia menegaskan bahwa kliennya tidak mengambil keputusan secara sepihak dalam proyek tersebut.


“Tidak ada kemudian Pak Hari yang mengambil keputusan sendiri, tidak ada. Jadi ini kami berharap, dan kami yakin pengadilan ini akan lebih objektif. Dan insya allah, mudah-mudahan Pak Hari memperoleh keputusan yang seadil-adilnya dan tidak lagi terjadi kriminalisasi hukum,” tandasnya.


Di sisi lain, jaksa KPK tetap berpegang pada dakwaan yang menyebut Hari Karyuliarto terlibat bersama mantan pejabat Pertamina lainnya, Yenni Andayani, dalam perkara pengadaan LNG yang berlangsung sepanjang 2011–2021. LNG tersebut dibeli dari perusahaan asal Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL).


Dalam dakwaan, perbuatan tersebut juga dikaitkan dengan peran mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, dan disebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 113,8 juta dolar Amerika Serikat. Persidangan masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi dan pembuktian dari kedua belah pihak untuk menguji kebenaran dakwaan maupun pembelaan yang disampaikan terdakwa.


Kategori : News


Editor      : AHS

1 Komentar

  1. Lawyer Waode terkenal tegas dan membela yg benar, kayanya terdakwa hanya korban

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama